Senin, 03 November 2014

Kita sering menghindari orang yang (katanya) mencintai kita. Karena kita tidak ingin dicintai oleh orang tersebut. Karena kita tidak suka disukai oleh orang tersebut.

Kita sering mengejar orang yang (sepertinya) kita cintai. Karena kita menginginkannya meski orang itu enggan. Kita menjadi orang yang dihindari, bahkan menjadi orang yang dibenci. Padahal kita datang dengan rasa cinta?

Kita bertanya, “Apa salahnya?”

Kita akan belajar kebijaksanaan bila kita mampu menempatkan diri dalam posisi-posisi orang lain. Orang-orang yang kita benci, orang-orang yang kita hindari, orang-orang yang kita enggan bergaul dengannya, orang-orang yang bahkan sering kita caci.

Kita kehilangan banyak waktu untuk urusan yang tidak begitu perlu, kita kehilangan banyak kesempatan demi mengejar hal-hal yang sama sekali tidak penting. Kita terlalu bersedih pada penolakan, padahal kita pun sering melakukan penolakan. Kita terlalu berduka karena dijauhi, padahal kita pun sering menjauhi.

Kita harus belajar mencintai dengan bijaksana. Sesuatu yang sering dilupakan oleh banyak manusia. Tidak gegabah dan terburu-buru, tidak terlalu menampilkan isi hati, pandai menyiasati perasaan, berhati-hati dalam berucap, pandai mengatur logika. Cinta tidak akan menjadi sebuah keindahan bila diikuti dengan laku yang tidak santun.

Bukankah kita menghindari seseorang yang mencintai kita bukan karena orang tersebut? Lebih kepada caranya mencintai kita yang begitu norak. Kita ingin diperlakukan dengan istimewa dan terhormat. Maka, belajarlah untuk memperlakukan cinta kita kepada orang lain secara terhormat. Kita akan belajar menyikapi perasaan kita dengan bijaksana.