Kita sering menghindari
orang yang (katanya) mencintai kita. Karena kita tidak ingin dicintai
oleh orang tersebut. Karena kita tidak suka disukai oleh orang tersebut.
Kita
sering mengejar orang yang (sepertinya) kita cintai. Karena kita
menginginkannya meski orang itu enggan. Kita menjadi orang yang
dihindari, bahkan menjadi orang yang dibenci. Padahal kita datang dengan
rasa cinta?
Kita bertanya, “Apa salahnya?”
Kita akan
belajar kebijaksanaan bila kita mampu menempatkan diri dalam
posisi-posisi orang lain. Orang-orang yang kita benci, orang-orang yang
kita hindari, orang-orang yang kita enggan bergaul dengannya,
orang-orang yang bahkan sering kita caci.
Kita kehilangan banyak
waktu untuk urusan yang tidak begitu perlu, kita kehilangan banyak
kesempatan demi mengejar hal-hal yang sama sekali tidak penting. Kita
terlalu bersedih pada penolakan, padahal kita pun sering melakukan
penolakan. Kita terlalu berduka karena dijauhi, padahal kita pun sering
menjauhi.
Kita harus belajar mencintai dengan bijaksana. Sesuatu
yang sering dilupakan oleh banyak manusia. Tidak gegabah dan
terburu-buru, tidak terlalu menampilkan isi hati, pandai menyiasati
perasaan, berhati-hati dalam berucap, pandai mengatur logika. Cinta
tidak akan menjadi sebuah keindahan bila diikuti dengan laku yang tidak
santun.
Bukankah kita menghindari seseorang yang mencintai kita
bukan karena orang tersebut? Lebih kepada caranya mencintai kita yang
begitu norak. Kita ingin diperlakukan dengan istimewa dan terhormat.
Maka, belajarlah untuk memperlakukan cinta kita kepada orang lain secara
terhormat. Kita akan belajar menyikapi perasaan kita dengan bijaksana.